JAKARTA-Barangkali bisa dimaklumi kenapa Mahkamah Agung (MA) membebaskan produsen narkoba dari hukuman mati. Sebab, ternyata, banyak sekali hakim yang mengonsumsi barang haram tersebut. Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap hakim Puji Widjayanto (48 tahun) yang bertugas di PN Bekasi karena membawa 15 butir ekstasi 0,4 gram sabu, alat penghisap sabu serta sedotan plastik mini bersama empat perempuan di sebuah kamar karaoke 331 di Illegal Hotel & Club di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta, pada Selasa (16/10) sore. Mahkamah Agung (MA) menegaskan akan memberhentikan Puji secara tidak hormat dari jabatan hakimnya jika dalam persidangan terbukti memiliki narkoba.
’’Bila di sidang terbukti melakukan pidana, akan diusulkan ke Presiden
untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Tapi tunggu proses hukum dulu,
yang pasti jika melanggar aturan, siapapun (hakim) harus diberi sanksi
tegas,’’ kata Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko, di gedung MA, kemarin
(17/10).
Lebih lanjut, Djoko mengatakan, hakim Puji juga akan
diberhentikan sementara jika BNN menaikkan statusnya sebagai tersangka.
’’Sekarang dia kan masih dalam pemeriksaan di BNN. Kalau sudah jadi
tersangka, akan diberhentikan sementara, diskors, dan tidak dapat
remunerasi,’’ tandasnya.
Ia menjelaskan, kiprah Puji hakim PN Bekasi
belum terhitung lama. Sebelumnya, Puji bertugas sebagai hakim di
Pengadilan Negeri Papua, Yogyakarta, dan Sabang. Pengalaman Puji menjadi
hakim di berbagai daerah itulah yang membuat posisi dia di PN Bekasi
tinggi. ’’Kedudukan dia di PN Bekasi sudah tinggi. Kini posisi Puji di
PN Bekasi akan digantikan hakim lain,’’ kata Djoko.
Namun, moncernya karir yang dicapai Puji tampaknya tak sebanding dengan
kelakuannya. Pasalnya, Puji tercatat sebagai hakim bermasalah. Menurut
Djoko, Puji diketahui beberapa kali diberikan sanksi MA. Di antaranya,
ia tidak disiplin saat bertugas di Pengadilan Negeri Sabang dan dimutasi
ke Pengadilan Tinggi Jayapura. Di Jayapura, juga dikenakan hukuman
karena kerap mangkir dari sidang pada 2007 lalu.
’’Kemudian, Puji diberi
sanksi dengan diterbitkannya surat demosi atau penurunan jabatan dan
dipindah ke Pengadilan Negeri Yogyakarta menjadi hakim nonpalu.
Selain itu, ia tidak diberikan hak remunerasi selama 6 bulan,’’
urainya.
Tetapi, karena kelakuan berangsur membaik, hakim Puji dimutasi
ke Pengadilan Negeri Bekasi. Namun, di tempat tersebut hakim Puji kumat
lagi. Badan Pengawas MA mendapati laporan Puji kerap mangkir di
persidangan dan menggunakan obatan-obatan terlarang.
’’Karenanya, Puji
kemudian diberikan sanksi kembali dengan dipindah ke Pengadilan Negeri
Ternate. Nah, dalam proses pemindahan ke tempat baru yang diberikan
waktu selama sebulan itu, ia ditangkap petugas BNN,’’ bebernya.
Untuk mencegah kasus pelanggaran kode etik hakim dengan mengonsumsi
narkoba seperti Puji Wijayanto, MA juga berencana melakukan tes urine
pada seluruh hakim. MA juga meminta kepada kepala Pengadilan untuk
mengawasi hakimnya masing-masing.
Djoko menjelaskan, rencana tes urine
pada seluruh hakim tersebut akan dilakukan dengan cara periodik.
’’Mungkin ke depannya, semua hakim akan dites urine. Saya akan usulkan
untuk dilakukan tes urine 6 bulan sekali. Karena, tidak mungkin kita
lakukan sebelum sidang, nanti ganggu kepentingan umum,’’ ungkap
Djoko.
Djoko juga meminta agar semua hakim bertanggung jawab dan menjaga
kode etik saat menjalankan profesinya. Termasuk ketua peradilan di
tingkat provinsi dan kotamadya atau kabupaten untuk melakukan pengawasan
kepada ’’anak buahnya’’.
’’Semua ketuanya harus tanggung jawab, membina
dan mengawasi hakim di bawahnya. Ketua pengadilan negeri dan pengadilan
tinggi harus jadi pengawal terdepan,’’ tegasnya.
Secara terpisah, Komisioner Bidang Investiagsi dan Pengawasan Hakim
Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki, mengaku prihatin dengan kejadian
yang semakin mencoreng harkat dan martabat penegak hukum itu. ’’Tragedi
itu menjadi isyarat bahwa problem di dunia kehakiman bukan hanya
menyangkut buruknya putusan hakim dalam penegakan hukum yang dikeluhkan
masyarakat selama ini,’’ ujar Suparman.
Ia menjelaskan, penggunaan
narkoba juga menjadi problem serius tersediri bagi penegakan hukum yang
harus segera diselesaikan secara tegas dan tuntas. Pasalnya, sejauh ini
sudah ada beberapa laporan terkait beberapa hakim yang menjadi pengguna
barang itu, baik dari masyarakat, istri, maupun lawan selingkuhannya.
’’Selama kurun waktu 2011 - 2012, sudah ada sekitar 10 orang hakim yang
dilaporkan ke kami, termasuk si Puji itu. Itu tidak hanya di Jawa, tapi
juga di Luar Pulau Jawa. Kita belum bisa publikasikan karena masih
dalam tahap penyelidikan,’’ urainya.
Terkait Puji, Suparman menegaskan,
agar MA tegas dalam memberi sanksi para ’’anak buahnya’’ yang terbukti
melanggar kode etik dan perilaku hakim dengan mengonsumsi barang-barang
setan tersebut. ’’Tidak ada alasan MA untuk tidak memberikan sanksi
kepada para hakim yang melanggar kode etik. MA tidak boleh terkesan
melindungi dan merasa malu ketika hakim-hakimnya melanggar,’’ tutupnya.
BNN juga menengarai bukan hanya Puji pengadil yang mengonsumsi ekstasi
dan sabu.
’’Diduga masih ada hakim lain, yang terlibat kasus serupa,’’ kata
Deputi Pemberantasan Narkoba BNN, Irjen Benny Mamoto, dalam jumpa pers
di Hotel Santika, TMII, Jaktim, kemarin. (ris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar