Rabu, 17 Oktober 2012

MA akan Tes Urine Semua Hakim



JAKARTA-Barangkali bisa dimaklumi kenapa Mahkamah Agung (MA) membebaskan produsen narkoba dari hukuman mati. Sebab, ternyata, banyak sekali hakim yang mengonsumsi barang haram tersebut. Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap hakim Puji Widjayanto (48 tahun) yang bertugas di PN Bekasi karena membawa 15 butir ekstasi 0,4 gram sabu, alat penghisap sabu serta sedotan plastik mini bersama empat perempuan di sebuah kamar karaoke 331 di Illegal Hotel & Club di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta, pada Selasa (16/10) sore.
Mahkamah Agung (MA) menegaskan akan memberhentikan Puji secara tidak hormat dari jabatan hakimnya jika dalam persidangan terbukti memiliki narkoba.

’’Bila di sidang terbukti melakukan pidana, akan diusulkan ke Presiden untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Tapi tunggu proses hukum dulu, yang pasti jika melanggar aturan, siapapun (hakim) harus diberi sanksi tegas,’’ kata Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko, di gedung MA, kemarin (17/10).
Lebih lanjut, Djoko mengatakan, hakim Puji juga akan diberhentikan sementara jika BNN menaikkan statusnya sebagai tersangka.
’’Sekarang dia kan masih dalam pemeriksaan di BNN. Kalau sudah jadi tersangka, akan diberhentikan sementara, diskors, dan tidak dapat remunerasi,’’ tandasnya.
Ia menjelaskan, kiprah Puji hakim PN Bekasi belum terhitung lama. Sebelumnya, Puji bertugas sebagai hakim di Pengadilan Negeri Papua, Yogyakarta, dan Sabang. Pengalaman Puji menjadi hakim di berbagai daerah itulah yang membuat posisi dia di PN Bekasi tinggi. ’’Kedudukan dia di PN Bekasi sudah tinggi. Kini posisi Puji di PN Bekasi akan digantikan hakim lain,’’ kata Djoko.

Namun, moncernya karir yang dicapai Puji tampaknya tak sebanding dengan kelakuannya. Pasalnya, Puji tercatat sebagai hakim bermasalah. Menurut Djoko, Puji diketahui beberapa kali diberikan sanksi MA. Di antaranya, ia tidak disiplin saat bertugas di Pengadilan Negeri Sabang dan dimutasi ke Pengadilan Tinggi Jayapura. Di Jayapura, juga dikenakan hukuman karena kerap mangkir dari sidang pada 2007 lalu.
’’Kemudian, Puji diberi sanksi dengan diterbitkannya surat demosi atau penurunan jabatan dan dipindah ke Pengadilan Negeri Yogyakarta menjadi hakim nonpalu.
Selain itu, ia tidak diberikan hak remunerasi selama 6 bulan,’’ urainya.
Tetapi, karena kelakuan berangsur membaik, hakim Puji dimutasi ke Pengadilan Negeri Bekasi. Namun, di tempat tersebut hakim Puji kumat lagi. Badan Pengawas MA mendapati laporan Puji kerap mangkir di persidangan dan menggunakan obatan-obatan terlarang.
’’Karenanya, Puji kemudian diberikan sanksi kembali dengan dipindah ke Pengadilan Negeri Ternate. Nah, dalam proses pemindahan ke tempat baru yang diberikan waktu selama sebulan itu, ia ditangkap petugas BNN,’’ bebernya.

Untuk mencegah kasus pelanggaran kode etik hakim dengan mengonsumsi narkoba seperti Puji Wijayanto, MA juga berencana melakukan tes urine pada seluruh hakim. MA juga meminta kepada kepala Pengadilan untuk mengawasi hakimnya masing-masing.
Djoko menjelaskan, rencana tes urine pada seluruh hakim tersebut akan dilakukan dengan cara periodik.
’’Mungkin ke depannya, semua hakim akan dites urine. Saya akan usulkan untuk dilakukan tes urine 6 bulan sekali. Karena, tidak mungkin kita lakukan sebelum sidang, nanti ganggu kepentingan umum,’’ ungkap Djoko.
Djoko juga meminta agar semua hakim bertanggung jawab dan menjaga kode etik saat menjalankan profesinya. Termasuk ketua peradilan di tingkat provinsi dan kotamadya atau kabupaten untuk melakukan pengawasan kepada ’’anak buahnya’’.
’’Semua ketuanya harus tanggung jawab, membina dan mengawasi hakim di bawahnya. Ketua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi harus jadi pengawal terdepan,’’ tegasnya.

Secara terpisah, Komisioner Bidang Investiagsi dan Pengawasan Hakim Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki, mengaku prihatin dengan kejadian yang semakin mencoreng harkat dan martabat penegak hukum itu. ’’Tragedi itu menjadi isyarat bahwa problem di dunia kehakiman bukan hanya menyangkut buruknya putusan hakim dalam penegakan hukum yang dikeluhkan masyarakat selama ini,’’ ujar Suparman.
Ia menjelaskan, penggunaan narkoba juga menjadi problem serius tersediri bagi penegakan hukum yang harus segera diselesaikan secara tegas dan tuntas. Pasalnya, sejauh ini sudah ada beberapa laporan terkait beberapa hakim yang menjadi pengguna barang itu, baik dari masyarakat, istri, maupun lawan selingkuhannya.

’’Selama kurun waktu 2011 - 2012, sudah ada sekitar 10 orang hakim yang dilaporkan ke kami, termasuk si Puji itu. Itu tidak hanya di Jawa, tapi juga di Luar Pulau Jawa. Kita belum bisa publikasikan karena masih dalam tahap penyelidikan,’’ urainya.
Terkait Puji, Suparman menegaskan, agar MA tegas dalam memberi sanksi para ’’anak buahnya’’ yang terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim dengan mengonsumsi barang-barang setan tersebut. ’’Tidak ada alasan MA untuk tidak memberikan sanksi kepada para hakim yang melanggar kode etik. MA tidak boleh terkesan melindungi dan merasa malu ketika hakim-hakimnya melanggar,’’ tutupnya. 
BNN juga menengarai bukan hanya Puji pengadil yang mengonsumsi ekstasi dan sabu.
’’Diduga masih ada hakim lain, yang terlibat kasus serupa,’’ kata Deputi Pemberantasan Narkoba BNN, Irjen Benny Mamoto, dalam jumpa pers di Hotel Santika, TMII, Jaktim, kemarin. (ris)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar